Pages

Selasa, 13 Juli 2010

Tanggulangi Depresi Secara Tepat

Depresi kerap disamakan dengan kesedihan yang biasa terjadi dalam kehidupan
sehari-hari, tidak dianggap penyakit, apalagi gangguan jiwa. Bahkan, di
lingkungan budaya tertentu, depresi dianggap sebagai kelemahan kepribadian atau
karakter.

Kuatnya pengaruh budaya dan kepercayaan mendorong masyarakat mencari
pertolongan atas depresi yang diderita lewat paranormal atau pengobatan
tradisional. Karena ketidaktahuan masyarakat itulah, muncul sejumlah mitos dan
konsepsi keliru mengenai depresi. Beberapa mitos menyebut: depresi dapat di
atasi sendiri, depresi dianggap lemah pikiran dan mental, atau pasien depresi
dianggap melakukan suatu dosa. Semua itu tentu tidak benar. Yang pasti, depresi siapapun penderitanya dapat
memengaruhi suasana hati, kondisi fisik, dan pikiran Anda. Perasaan itu bisa
sedemikian kuat sehingga kehidupan Anda sehari-hari terganggu. Depresi juga
bisa membuat Anda merasa bersalah dan merasa tidak berguna meski Anda telah
melakukan apa saja yang menurut Anda terbaik. Gara-gara depresi, Anda pun
mungkin tidak berminat terhadap hal-hal yang sebelumnya Anda sukai. Karena
depresi pula, energi Anda terkuras sehingga tubuh merasa letih dan lelah. Dan
yang paling parah, depresi juga bisa menggiring seseorang melakukan bunuh diri.

Semua gejala depresi itu muncul akibat ketidakseimbangan neurotransmitter
(zat penghantar dalam sistem syaraf) seperti serotonin, (neurotransmitter yang
mengatur perasaan), norepinefrin (neurotransmitter yang mengatur energi
interest), dan dopamine (neotransmitter yang mengatur minat) di berbagai bagian
otak kita.

Depresi tidak mengenal batas usia, jenis kelamin, kedudukan, suku, maupun
ras. Sementara faktor-faktor yang bisa menjadi penyebab depresi adalah genetik
(keturunan), biologis, kepribadian, dan psikosial. Sebuah studi menunjukkan,
anak kandung dari orangtua yang menderita depresi berisiko lebih tinggi
mengalami depresi walaupun diasuh oleh orangtua angkat yang tidak depresi.

Depresi merupakan gangguan mental yang paling banyak menimbulkan beban
distabilitas. Depresi dapat meningkatkan morbiditas (kesakitan), mortalitas
(kematian), risiko bunuh diri, serta berdampak pada penurunan kualitas hidup
pasien dan seluruh keluarga. Sayangnya, sampai saat ini depresi masih belum
dapat dipahami secara baik oleh masyarakat.

Padahal, berbagai penelitian menunjukkan, pasien dengan gangguan depresi
merasakan adanya keluhan fisik dan gangguan mental. Mengutip hasil studi
mengenai hubungan depresi dan gejala somatik yang dilakukan Simon GE pada 1999,
dikatakan, sebanyak 69 persen pasien dengan gangguan depresi mengemukakan
keluhan fisik.

Keluhan fisik dan gangguan mental bisa datang pada saat bersamaan. Keadaan
ini akan memperburuk prognosis. ''''Mereka yang mengalami penyakit fisik berisiko
mengalami gangguan mental 3,5 kali lebih besar daripada mereka yang sehat,''''

Makin berat penyakit fisik makin besar pula kemungkinan untuk mengalami
gangguan mental. Penyakit fisik yang paling sering menjadi pencetus gangguan
mental adalah penyakit neurologik, jantung, paru-paru kronis, kanker, cacat
fisik, dan arthritis (radang sendi). Sedangkan gangguan mental yang paling
sering terjadi adalah kecemasan dan depresi.

Terapi
Penderita depresi perlu melakukan terapi secara tepat. Hal ini untuk
menghindari konsekuensi bila tidak mencapai kesembuhan. Konsekuensi yang
dimaksud yaitu: kendala psikososial berkepanjangan, memperburuk prognosis,
menambah beban pelayanan medis, meningkatnya risiko bunuh diri dan
penyalahgunaan zat, serta meningkatnya risiko kekambuhan.

Adapun tujuan terapi depresi adalah meningkatkan kualitas hidup, mengurangi
atau menghilangkan gejala, mengembalikan peran dan fungsi, mengurangi risiko
kekambuhan, serta mengurangi risiko kecacatan atau kematian. Namun, ada faktor
yang memengaruhi hasil terapi, yakni pasien, masyarakat, dokter, dan obat.

Pada pasien biasanya berupa ketidakpatuhan karena berbagai sebh
satunya tidak peduli. Pada masyarakat atau lingkungan adalah karena mitos,
kepercayaan, dan stigma. Dokter juga bisa memberi pengaruh yang tidak baik pada
hasil terapi, misalnya jika dokter kurang mengenali gejala depresi. Sedangkan
pada obat, biasanya menyangkut efektivitas, efek samping, kemudahan, dan harga.

Khusus mengenai obat, penderita depresi sebaiknya menggunakan obat
antidepresan serotonin nor epinefrin reuptake inhibitor (SNRI). Mengapa
SNRI? Sebab, obat ini mampu bekerja ganda yakni menghambat reuptake
serotonin dan nor epinephrine. Penelitian oleh Wyeth Pharmaceutical
menunjukkan, golongan obat SNRI dapat mempertahankan keseimbangan sejumlah zat
kimia dalam otak yakni serotonin dan norepinefrin, sehingga mencegah kekambuhan
dan dan berulangnya depresi. Obat ini juga bekerja dengan cepat. Dengan dosis
sekali sehari, efeknya telah dapat dirasakan oleh pasien setelah empat hari
penggunaan. bur

Jangan Berdiam Diri

Banyak hal bisa membuat seseorang merasa cemas, stres, dan akhirnya jatuh ke
jurang depresi. Jika suatu kali Anda pun merasakan gejala-gejala depresi,
jangan berdiam diri. Segeralah bertindak untuk menolong diri Anda sendiri.
Bagaimana caranya? Langkah-langkah berikut mudah-mudahan bisa membantu Anda.

* Bersikaplah realistis, jangan terlalu idealis.
* Kalau Anda punya tugas atau pekerjaan yang menggunung, bagilah tugas-tugas
itu dan buat prioritas. Lakukan tugas yang memang bisa Anda kerjakan.
* Jika punya masalah, jangan pendam sendiri. Cobalah ''curhat'' pada orang yang
Anda percayai. Biasanya, hal ini akan membuat perasaan lebih nyaman dan ringan.

* Cobalah ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang bisa membuat hati Anda
senang, semisal berolahraga, nonton film, atau ikut dalam aktivitas sosial.
* Berusahalah untuk selalu berpikir positif.
* Jangan ragu dan malu untuk meminta bantuan pada keluarga atau teman-teman.
read more.... my soul

Tip Mencegah Dehidrasi

Dehidrasi kerap kali menyebabkan kulit jadi tipis
dan lebih cepat kelihatan berkerut. Berikut beberapa cara yang dapat Anda
lakukan untuk mencegah dehidrasi pada kulit. 1. Minum banyak cairan; normalnya disarankan
untuk mengkonsumsi paling sedikit 8 gelas cairan sehari.

2. Minuman berenergi dapat mendorong orang-orang
aktif lebih banyak minum cairan karena kandungan rasa dan sodium tinggi di
dalamnya.

3. Hindari minuman berkafein dan yang mengandung
alkohol, keduanya sama-sama dapat menyebabkan dehidrasi.

4. Hindari minuman yang mengandung carbonat
karena pembakaran bisa menyebabkan penggelembungan atau perasaan penuh dan
mencegah pemenuhan konsumsi cairan.

5. Kenakan pakaian berwarna terang, yang menyerap
dan berukuran pas.

6. Usahakan berada di tempat yang sejuk,
terlindungi dari matahari dan lindungi kulit dengan sunblock kapan saja.

Selebihnya, menyadari dan
mempersiapkan adalah cara termudah untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Di hari
yang panas, untuk orang yang sedang beraktivitas bisa mengalami dehidrasi hanya
dalam waktu 15 menit. Jika Anda mengalami pertanda ini, segeralah hentikan
aktivitas dan beristirahatlah di tempat yang sejuk. Minum cairan sebanyak
mungkin untuk menggantikan air yang hilang dari tubuh Anda.
read more.... my soul

Kamis, 24 Juni 2010

Potret Buram Hutan Indonesia

Hutan-hutan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tertinggi di dunia, meskipun luas daratannya hanya 1,3 persen dari luas daratan di permukaan bumi. Kekayaan hayatinya mencapai 11 persen spesies tumbuhan yang terdapat di permukaan bumi. Selain itu, terdapat 10 persen spesies mamalia dari total binatang mamalia bumi, dan 16 persen spesies burung di dunia.1

Sejatinya, seberapa luas hutan di Indonesia? Dinas Kehutanan Indonesia pada 1950 pernah merilis peta vegetasi. Peta yang memberikan informasi lugas, bahwa, dulunya sekitar 84 persen luas daratan Indonesia (162.290.000 hektar) pada masa itu, tertutup hutan primer dan sekunder, termasuk seluruh tipe perkebunan.

Peta vegetasi 1950 juga menyebutkan luas hutan per pulau secara berturut-turut, Kalimantan memiliki areal hutan seluas 51.400.000 hektar, Irian Jaya seluas 40.700.000 hektar, Sumatera seluas 37.370.000 hektar, Sulawesi seluas 17.050.000 hektar, Maluku seluas 7.300.000 hektar, Jawa seluas 5.070.000 hektar dan terakhir Bali dan Nusa Tenggara Barat/Timur seluas 3.400.000 hektar. Menurut catatan pada masa pendudukan Belanda, pada 1939 perkebunan skala besar yang dieksploitasi luasnya mencapai 2,5 juta hektar dan hanya 1,2 juta hektar yang ditanami. Sektor ini mengalami stagnasi sepanjang tahun 1940-an hingga 1950-an. Tahun 1969, luas perkebunan skala kecil hanya mencapai 4,6 juta hektar. Sebagaian besar lahan hutan itu berubah menjadi perkebunan atau persawahan sekitar 1950-an dan 1960-an. Alasan utama pembukaan hutan yang terjadi adalah untuk kepentingan pertanian, terutama untuk budidaya padi.2

Memasuki era 1970-an, hutan Indonesia menginjak babak baru. Di masa era ini, deforestrasi (menghilangnya lahan hutan) mulai menjadi masalah serius. Industri perkayuan memang sedang tumbuh. Pohon bagaikan emas coklat yang menggiurkan keuntungannya. Lalu penebangan hutan secara komersial mulai dibuka besar-besaran. Saat itu terdapat konsesi pembalakan hutan (illegal logging), yang awalnya bertujuan untuk mengembangkan sistem produksi kayu untuk kepentingan masa depan. Pada akhirnya langkah ini terus melaju menuju degradasi hutan yang serius. Kondisi ini juga diikuti oleh pembukaan lahan dan konversi menjadi bentuk pemakaian lahan lainnya.

Hasil survei yang dilakukan pemerintah menyebutkan bahwa tutupan hutan pada tahun 1985 mencapai 119 juta hektar. bila dibandingkan dengan luas hutan tahun 1950 maka terjadi penurunan sebesar 27 persen. Antara 1970-an dan 1990-an, laju deforestrasi diperkirakan antara 0,6 dan 1,2 juta hektar.

Namun angka-angka itu segera diralat, ketika pemerintah dan Bank Dunia pada 1999, bekerjasama melakukan pemetaan ulang pada areal tutupan hutan. Menurut survei 1999 itu, laju deforestrasi rata-rata dari tahun 1985–1997 mencapai 1,7 juta hektar. Selama periode tersebut, Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan mengalami deforestrasi terbesar. Secara keseluruhan daerah-daerah ini kehilangan lebih dari 20 persen tutupan hutannya. Para ahli pun sepakat, bila kondisinya masih begitu terus, hutan dataran rendah non rawa akan lenyap dari Sumatera pada 2005 dan di Kalimantan setelah 2010.

Pada akhirnya ditarik suatu kesimpulan yang mengejutkan. Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen (Sumber: World Resource Institute, 1997).

Pada periode 1997–2000, ditemukan fakta baru bahwa penyusutan hutan meningkat menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Dua kali lebih cepat ketimbang tahun 1980. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, di antaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan (Badan Planologi Dephut, 2003).3 Dan menciptakan potret keadaan hutan Indonesia dari sisi ekologi, ekonomi, dan sosial ternyata semakin buram.

Forest Watch Indonesia bersama Global Forest Watch menyajikan laporan penilaian komprehensif yang pertama mengenai keadaan hutan Indonesia. Laporan ini menyimpulkan bahwa laju deforestasi yang meningkat dua kali lipat utamanya disebabkan suatu sistem politik dan ekonomi yang korup, yang menganggap sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan pribadi. Ketidakstabilan politik yang mengikuti krisis ekonomi pada 1997 dan yang akhirnya me-lengser-kan Presiden Soeharto pada 1998, menyebabkan deforestasi semakin bertambah sampai tingkatan yang terjadi pada saat ini.

Pengelolaan hutan yang buruk dimulai semenjak Soeharto berkuasa. Konsesi Hak Pengusahaan Hutan yang mencakup lebih dari setengah luas total hutan Indonesia, oleh mantan Presiden Soeharto sebagian besar di antaranya diberikan kepada sanak saudara dan para pendukung politiknya. Kroniisme di sektor kehutanan membuat para pengusaha kehutanan bebas beroperasi tanpa memperhatikan kelestarian produksi jangka panjang.

Ekspansi besar-besaran dalam industri kayu lapis dan industri pulp dan kertas selama 20 tahun terakhir menyebabkan permintaan terhadap bahan baku kayu pada saat ini jauh melebihi pasokan legal. Kesenjangannya mencapai 40 juta meter kubik setiap tahun. Banyak industri pengolahan kayu yang mengakui ketergantungan mereka pada kayu curian, jumlahnya mencapai 65 persen dari pasokan total pada 2000.

Korupsi dan anarki atau ketiadaan hukum semakin berkembang menjadi faktor utama meningkatnya pembalakan ilegal dan penggundulan hutan. Pencurian kayu bahkan marak terjadi di kawasan konservasi, misalnya di Taman Nasional Tanjung Puting di Kalimantan Tengah dan di Taman Nasional Gunung Leuser di Sumatera Utara dan Aceh.

Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan sistem konversi hutan menjadi perkebunan menyebabkan deforestasi bertambah luas. Banyak pengusaha mengajukan permohonan izin pembangunan HTI dan perkebunan hanya sebagai dalih untuk mendapatkan keuntungan besar dari Izin Pemanfaatan Kayu (kayu IPK) pada areal hutan alam yang dikonversi. Setelah itu mereka tidak melakukan penanaman kembali, yang menyebabkan jutaan hektar lahan menjadi terlantar. Disamping itu, beberapa perusahaan perkebunan dan HTI sering melakukan pembakaran untuk pembersihan lahan, yang merupakan sumber utama bencana kebakaran hutan di Indonesia.

Pembakaran hutan merupakan salah satu ancaman serius terhadap kerusakan hutan Indonesia. Namun demikian, sampai saat ini belum banyak tindakan hukum yang telah diambil oleh pemerintah terhadap para pembakar hutan, meskipun sudah ada peraturan perundangan tentang larangan pembakaran hutan, di antaranya PP No. 4 Tahun 2001.
read more.... my soul